Cerpen - Emas dan Aurora
Emas dan Aurora
Karya: Ilyas Saputra Arsyad
Patutkah
aku menerima semua ini? Setelah manusia jatuh bergelimpangan karena dosa yang
telah mereka perbuat. Seolah Tuhan dan semesta yang mengagumkan ini menimpakan
segala bencananya ke daratan bumi yang curam dan mencekam, aku dan semuanya
seperti abu yang bertebangan tak tentu arah, melintasi benua-benua yang
indahnya bukan main. Tak hanya aku, mereka dan kita juga pernah menjadi manusia
yang masuk kedalam sumur gelap yang dikelilingi lumut hijau nan basah.
Keserakahan adalah dosa terberat bagi umat manusia, keserakahan memakan jiwa
yang suci dan menghempaskan kebaikan yang mulia. Keserakahan adalah sebuah
penyakit hati yang begitu busuknya, dan dosa itulah yang bisa menyebabkan manusia
berjatuhan seperti lalat yang diterjang wabah.
Manusia
saling menjarah, mencuri sebuah koin ataupun sebongkah emas, mereka saling
mencaci dan membunuh satu sama lain karena keserakahan gelap yang mengerubungi
jiwa mereka. Kekayaan bukanlah sebuah tombak untuk dijadikan alasan pembantaian
manusia, sebongkah emas bukanlah alasan untuk meruntuhkan sebuah kekuasaan
dengan peluru dan meriam, dan keserakahan bukanlah suatu etika untuk menjadikan
umat manusia diambang kepunahan. Segalanya nampak absurd saat kau mendapati
keluargamu telah tiada karena mereka menyimpan emas dan berlian. Kau tak bisa
menghentikan sebuah kematian, tetapi kau dapat menghentikan keserakahan.
Ambillah
sebuah buku, lalu mulailah kau mempelajari bumi yang luas ini, mulailah mempelajari
sikap seorang ksatria yang begitu mulia, yang kehidupannya hanya dituangkan
untuk kebaikan di atas bumi ini, lalu jadilah seperti ksatria itu. Jadilah
orang-orang biasa yang luar biasa, jadilah seorang yang bijaksana nan
mempesona. Tuhan akan memujimu dan daratan bumi akan menyukaimu, nasib pun akan
mengubah kehidupanmu. Ambil alih segalanya, jadikan dunia yang kau tinggali ini
sebagai sebuah harapan yang tak pernah pudar, sebuah harapan yang akan terus
tumbuh meskipun sabit tajam menggerusnya. Kau tak akan menyesal saat
teman-temanmu melihat dari sisi pandang yang luar biasa, karena kau adalah
seorang sederhana yang luar biasa, yang bisa menjadikan kehidupan biasa-biasamu
itu sebagai emas yang begitu berharga.
Diatas
dataran salju Siberia, pernah ada sebuah peristiwa dimana umat manusia
berserakan sebagai mayat, dimana umat manusia mati kedinginan dan kelaparan.
Serta didasar Samudra Atlantik, kau akan melihat ratusan kapal yang tenggelam
karena perang, kau akan melihat ikan dan segala makhluk laut berenang
disekitarnya, menatap bangkai kapal itu sebagai kediaman hidupnya. Terkadang
dunia yang serba busuk ini dapat indah keitka kau mensyukurinya, ketika kau
menikmati segala hal di dalamnya dan memuji semua keindahannya. Namun saat kau
menerima segala kebusukan itu, kau tak patut mencacinya sambil menggerutu
kepada Tuhan dan berkata. “Busuklah kehidupan ini! Aku hanya menjadi seorang
korban menjijikan dari kesialan beruntun yang selalu datang dikala senja
mengkhianatiku. Adakah keadilan untuk seorang manusia? Adakah keadilan untuk
kehidupanku? Tak ada? Semuanya hanya bongkahan batu yang terpaksa kutelan untuk
mengenyangkan perut.”
Kawan,
hangatkanlah kebahagiaanmu, paksa segala keluhan brutal itu keluar dari dalam
jiwamu. Tataplah keindahan yang sudah disediakan ini, hilangkan semua
kegundahan akibat perang yang sedang berkecamuk, lalu nikmati segala pemberian
Tuhan yang kini sedang kau miliki. Kau akan nyaman saat kau menyadari bahwa
alam beserta Tuhan masihlah memberimu harapan hidup, dan nasib masihlah bisa
kau ubah dengan usaha dan niat. Buatlah sebuah tulisan yang begitu mulia, lalu
berikan kepada semua orang agar kelak mereka menyadari bahwa dunia ini begitu
luas, bahwa harapan itu tiada batasnya, dan bahwa kekuasaan Tuhan tiada
lawannya. Kau hidup di zaman para manusia banyak tak mengenal Tuhan, tetapi kau
hidup dimana para jenius benyak berkeliaran dan memberikan sumbangsih kepada
pemikiran hidupmu
Kini kau
sedang berada jauh di Utara, di daratan yang bernama Islandia pada awal bulan
Januari, disebuah pulau Eropa yang dikelilingi lautan Ratu Inggris. Tengah
malam tiba dan suara gemuruh angin mengelilingi, langit tiba-tiba menghitam
seperti awan dikala hendak hujan, lalu munculah gemintang yang bersinar
mewarnai langit yang gelap. Sesaat kemudian muncullah guratan warna biru,
hijau, dan merah yang dilukiskan diatas langit—itulah aurora. Kau
mendapati dirimu tengah mematung sambil melihat mahakarya Tuhan yang tiada
duanya, sepasang kakimu seolah terpaku diatas lapisan salju tipis yang
menggetarkan tubuhmu karena dinginnya. Cahaya aurora itu menerpa wajahmu,
membuat sepasang matamu berkaca-kaca, lalu tangisan kecil keluar dari dalam
jiwamu karena kini kau telah mendapatkan harapan baru.
Segala
kegundahan dalam hatimu seolah hilang karena tersinari cahaya indah itu. Semua
harapanmu seperti bangkit kembali dan hendak meronta karena dunia terus
mendorongmu, lalu selanjutnya kau berlari melintasi berbagai benua, mengarungi
berbagai samudra, dan melewati berbagai zaman yang penuh kebaikan dan penuh kebsusukan.
Kau menjadi seorang pahlawan yang menancapkan benderanya di puncak Pegunungan
Alpen, kau menjadikan padang rumput yang hijau dan langit malam yang sunyi
sebagai tempatmu belajar, tempatmu menyelami pikiran sambil memberantas segala
keburukan yang mengendap di permukaan otakmu. Kau membersihkan dirimu dari
segala dosa yang hendak kau bawa kepada masa depan, yang hendak kau bawa demi
tujuanmu yang mulia. Kini kau berterimakasih kepada cahaya itu, berterimakasih
kepada alam yang selalu mengantarkan impian dan harapan. Tatkala Tuhan
menyaksikanmu di singgasananya, dia selalu mengawasimu, dan berharap hambanya
tak terjun kedalam lautan api yang bergolak sangking panasnya.
Sebongkah
emas yang bisa menyebabkan perang, dan secercah cahaya aurora yang bisa membuat
harapan manusia bangkit. Dua hal itu tetaplah menjadi misteri alam yang
menunggu untuk diungkapkan, menjadi dua hal yang selalu manusia dambakan.
Seorang raja yang termahsyur, memilki segalanya termasuk bongkahan emas dan
butiran berlian, bahkan kekayaannya melebihi sebuah gudang yang dibuat untuk dimasuki
ratusan ekor kuda, tetapi raja tersebut tetaplah merenung dan juga memikirkan
ketidakadilan karena kehidupannya. Meski raja tersebut adalah seorang yang
berharta, seorang yang bisa membeli sebuah negara sekalipun, namun dirinya tak
memiliki sebuah kebahagiaan, tak memiliki ilmu pula yang bisa menciptakan
kebahagiaan itu. Dirinya tetap dipaksa untuk menghasilkan emas tanpa tahu untuk
apa emas itu digunakan, hanya sebuah anggur saja yang bisa dinikmatinya. Raja
tersebut iri terhadap seorang sederhana yang selalu menikmati segalanya, selalu
menatap cahaya aurora di langit malam, dan seorang sederhana itu selalu pandai
membuat dirinya bahagia seolah kebahagiaan dunia bukanlah suatu perkara sukar
yang didapatnya.
Jika aku
menjadi seorang yang sederhana itu, aku akan menyuruh sang raja duduk
disebelahku, lalu berbincang sejenak layaknya kami adalah sepasang saudara yang
dipisahkan oleh bangsa dan bahasa, tetapi bertemu kembali saat langit
memancarkan cahaya hijau nan indah.
“Kau
seorang yang biasa saja, tak menginginkan kemewahan dan juga kemenangan. Namun
kau terlihat sangat bahagia seolah kau berada di dalam surga dan menikmati
sungai madu yang mengalir dari singgsana Tuhan. Bagaimana hal ini bisa terjadi
padamu, wahai rakyatku? Bagaimana caramu berbahagia?” tanya raja itu
bersungguh-sungguh kepadaku.
Aku
selalu mendengarkan setiap kata seseorang yang tengah berbicara denganku,
mendengarkan sampai seseorang itu telah menghabiskan kata-katanya. Lalu membalas
ucapannya. “O, rajaku yang mulia. Bagiku bukanlah emas ataupun berlian yang
bisa memuaskan hasrat bahagiaku, bukanlah kemewahan dan segala pujian dari
orang-orang. Namun keindahan dan juga kebaikanlah yang menuntunku kepada
kehidupan yang berbahagia ini. Aku begitu sering berbagi kepada mereka, aku
selalu menulis dan mencatatkan segala detik hidupku, dan tentunya aku selalu
mengelilingi dunia dengan membaca. Tak perlu memikirkan segala kekayaan, tetapi
pikirkanlah kebahagiaan dan ilmu, dengan memikirkan hal tersebut, maka kau
dapat menggenggam segalanya yang tak dapat seorang pahlawan sekalipun genggam.”
Raja
tersebut bakalnya terdiam dan terpaku dengan semua percakapan yang didengarnya,
lalu raja tersebut tersadarkan oleh segala unsur dunia yang begitu berbeda
dengan pemikiran awalnya. Raja tersebut terdiam sejenak, lalu dirinya berdiri
dan melangkah menuju singgsananya kembali sambil memikirkan persoalan
dikehidupannya. Orang sederhana itu akan tetap menjadi sederhana sampai pada
akhirnya Tuhan beserta alam memberinya hadiah kepada dia seorang, diangkat
derajatnya menjadi seorang mulia yang mengantarkan ribuan manusia kepada
kebajikan yang sungguhlah indah. Sedangkan raja tersebeut akan mengikuti
langkah dan pemikiran si orang sederhana itu, lalu akan berbahagia pula
dikehidupannya dan menjadi seorang raja bijak yang dicintai rakyatnya.
Jika kau
menatap kehidupan disekitarmu, menatap orang-orang yang tak memperdulikan
segala kebajikan dunia, dan memperhatikan sekawanan burung yang memberi makan
anaknya. Maka jelas tentu perbedaan mereka bagaikan bumi dan langit atau
bagaikan sungai nil dan sebuah sumur gelap di dalam hutan yang tak bercahaya.
Manusia bisa menjadi seorang iblis karena serakah, bisa menjadi seorang yang
lebih bejat daripada sekawanan sapi yang bermalas-malasan, sedangkan hewan bisa
lebih mulia daripada manusia sekalipun. Hal inilah yang menentukan jalan hidup
seseorang yang tengah menentukan jati diri dan tujuannya. Kemenangan bisa pudar
karena keserakahan, dan putus asa bisa hilang karena cahaya aurora. Dua hal itu
akan tetap menjadi penentu nasib manusia apakah mereka akan bisa berbahagia
atau tidaknya. Karena sejatinya dunia ini dibuat hanya untuk mereka yang bisa
berbaik hati kepada semua makhluk. Nah, sekarang tentukan masa depanmu, akankah
kau menjadi seorang bijaksana ataukah menjadi seorang pendosa dari neraka?
Komentar
Posting Komentar